Laman

Jumat, 28 Oktober 2011

Pisang Lele Jumbo (1)

Gemericik air sungai turut meramaikan suasana sore itu. Rerimbunan pepohonan menambah terasa keasrian alam pinggiran desa. Duduk diatas batang pohon yang telah lama tumbang, Bang Komat dengan enjoynya ngejalanin salah satu hobi lama. Mancing. Rutinitas dikala akhir pekan atau hanya sebatas ngisi waktu luang. Sesekali terdengar kicauan burung kutilang yang tak mau kalah dengan riuhnya suara burung manyar. Tak lupa segerombolan kerbau juga ikut berpartisipasi ngedaftarin suara khas mereka, “Nguoookk”, ke Murhik, yaitu museum rekor hewan unik. Dengan suasana alam yang masih asri tersebut membuat Bang Komat betah duduk lama-lama ditepi sungai yang berarus rendah itu.

Oh iya, Komat Kamit adalah nama lengkap dari sobat yang biasa disapa Bang Komat ini. Gak tau juga atas dasar apa nama itu disematkan oleh engkongnya, pokoknya spesial deh nama ini baginya. Hehehe.. Sore itu nampaknya bukan hari keberuntungan bagi Bang Komat. Setelah beberapa kali pindah lokasi dan gonta-ganti pasang umpan tak kunjung juga ada ikan yang mau nyangkut dimata kailnya. “hmm… apes kali aku ini, hampir dua jam tak juga dapet tangkepan. hasem… haseem… ” keluh kesalnya dalam hati.

Hembusan angin beraroma khas tanah persawahan mengademkan suasana. Hamparan padi kemuning (sudah siap panen) selaksa batangan emas raksasa membuatnya semakin betah berlama-lama. “Oh, Tuhan. Betapa indahnya ciptaan-Mu, seindah suasana hatiku yang pengen ketemu ikan lele jumbo abu-abu. gkgkgkgk…” hiburnya pada dirinya sendiri, disertai rasa takjub dengan kesempurnaan ciptaan Illahi. Jauh dipematang sawah terlihat beberapa orang-orangan berkostum layaknya para petani, plus rambai-rambai plastik yang diikat pada tali panjang. Terbentang melintang dan membujur dari ujung ke ujung tanah persawahan. Sebagai salah satu strategi para petani untuk menakut-nakuti burung manyar. Burung-burung kecil pemakan biji-bijian berjambul kuning dibagian atas kepalanya, yang suka bermigrasi ke lokasi dimana padi ditanam. Lebih-lebih dikala menjelang musim panen.

Dua jam telah berlalu. Bang Komat, sambil mulut komat-kamit yang ternyata wirid tahmid (Alhamdulillah) gak pake “yah,” masih tenang nangkring di atas batu deket rerimbunan pohon pisang. Pandangan Bang Komat tertuju pada sungai tempatnya mancing. Sungai yang dimanfaatkan para petani untuk mengairi areal persawahan. Tiada disangka tiada diduga, perlahan namun pasti tali senar pancing semakin kencang dan semakin menjauh mengikuti aliran air sungai. Sontak memancing ekspresi gembira diraut muka Bang Komat. Dengan senyum mengepul, eits sory senyum mengembang maksudnya hehehe, Bang Komat penuh semangat narik pancing sambil garuk-garuk kening. “Huft, aseem. Kuat juga tenaganya. Oh, lele jumbo abu-abu beraninya kau ngajakin ribut abang Komat. Awas nanti, kan ku panggang dirimu. Gkgkgk gak kuaaat…” terlontar kalimat tanda semangat.

Saking semangat dan kuat olehnya narik, Bang Komat berhasil ngangkat sesuatu yang barusan jadi lawan lomba tarik senar. Tapi sayang ia tak melihat jelas ikan lele jumbo abu-abu khayalannya, hanya sekilas terlihat warna hitam terbang melayang menuju balik rerimbunan pohon pisang. Dan, “Gedebuugg…” terdengar suara seperti ada sesuatu yang jatuh di antara pohon pisang. Dengan pede Bang Komat, sambil mulut komat-kamit (kali ini ia baca doa biar kagak diganggu ama om jin dan dedemit) menuju T2S2, tempat terdengarnya sumber suara. Dan, ternyata….?

Gak gak gak,,, gak disangka hanya sebungkus plastik warna item, yang berisi pakean bekas lengkap dengan lumpur dan air. Lagi-lagi Bang Komat ngelantur sendiri, “ wkwkwk… Komat… Komat… mau aja lu dikibulin ama lele jumbo abu-abu semu.“ ujarnya, sambil curi-curi pandang keadaan sekitar. Itulah ciri khas Bang Komat, selalu menertawakan keadaan ketika mendapatkan hal-hal yang tak sesuai dengan keinginan dan kemauannya. Sedikit konyol, tapi baginya cara itulah yang ia pake supaya bisa tetep nrimo opo onone'  (menerima apa adanya) dan mudah untuk bersyukur. Hehehe….

Pandangan Bang Komat terhenti ketika melihat setandan warna ijo sedikit kekuningan, yaitu buah pisang yang hampir jatuh nyentuh tanah. Tanpa pikir panjang, Bang Komat langsung memeriksa dengan sekedarnya dan dalam durasi waktu yang sesingkat-singkatnya. “Lumayan ini dapet menu dadakan gratis dari Tuhan, sikaat..!” sambil memetik satu biji buah pisang, yang tanpa pikir panjang langsung ia coba. Hasilnya…? Hmm,, Manis…

Mengingat tanaman pisang ini tumbuh dan berkembang di lahan tak berpemilik, secara hukum rimba, hehehe, hukum warga sekitar maksudnya, diperkenankan bagi siapa aja untuk memanfaatkan dan mengambil buahnya. Tanpa kecuali bagi Bang Komat. Seketika itu juga ia memutuskan untuk nyudahin mancing dan fokus pada buah pisang hasil temuan tak sengaja tadi, yang kemudian langsung ia patenkan atas hak cipta dengan nama “Pisang Lele Jumbo.” Gk gk gk agak heraaan.., ada-ada aja nih Bang Komat. Mentang-mentang ngayal dapet lele jumbo kagak kesampean, buah pisang pun jadi pelampiasan. Wkwkwk,,, Bang Komat,,, Bang Komat… untung aja kagak bikin dunia kiamat.


# Bersambung…..

Terkadang muncul rasa kecewa karena tak tercapainya suatu keinginan atau gagal dalam meraih suatu impian. Padahal, dibalik kegagalan itu sebenernya ada sesuatu yang telah siap menunggu, sesuatu yang telah dipilihkan dan dipersiapkan oleh-Nya. Pastinya, setelah melalui rangkaian proses dan rencana-rencana dari-Nya. Serta seberapa besar tekad dan semangat untuk selalu berusaha dan berdoa. Bukan berarti gagal lantas tak akan bahagia, karena dari kegagalan itulah terdapat ilmu bagaiman cara agar bahagia.

Dan, “kebahagiaan itu sederhana, berasal dari dalam diri sendiri, dari sejauh mana rasa syukur atas segala sesuatu yang telah dimiliki saat ini. Kebahagiaan tak dapat dibeli dan diukur dengan materi, karena kebahagiaan tertanam di dalam hati.”

So, don’t worry be happy…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar